Pengaruh Alam Terhadap Anak-anak.

32
Regards for World.

Dimulai dari diri sendiri, dari batin, pikiran, dan ketulusan hati dalam pelestarian keharmonian lingkungan hidup. saya mulai dengan pertanyaan pertama; Apakah Anda pernah berpikir bahwa anak-anak atau cucu-cucu Anda yang jatuh tergelincir  atau merasa ketakutan akan kejadian-kejadian yang dialaminya akan kehilangan kontak dengan Alam??? Alam merupakan tabungan berharga bagi kehidupan  sehat anak-anak, perlu bukti yang terdokumentasi bahwa Alam sangat penting bagi perkembangan anak yang sehat, hal ini juga menunjukkan bahwa bagaimana Pendidikan berbasis Alam juga meningkatkan nilai pendidikan, pemecahan masalah, berpikir kritis dan dalam pengambilan keputusan bagi Anak, lebih efisiennya lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul dan bermain serta lingkugan sekitar (Alam).

Waktu di alam bukanlah waktu senggang, melainkan investasi penting dalam kesehatan anak-anak, kualitas paparan alam sangat mempengaruhi kesehatan anak-anak pada tingkat hampir seluler di seluruh lapisan manusia. Menghubungkan kembali antara anak-anak dengan alam bisa mengubah kehidupan mereka. 
 
Kaluarga dapat diartikan sekumpulan orang yang masih ada hubungan darah. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keadaan ekonomi rumah tangga serta tingkat kemampuan orang tua dalam merawat sangat besar pengaruhnya terhadap pertumuhan jasmani anak. Selain faktor ekonomi, pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap perkembangan rohani anak, terutama kepribadian dan pola pikir (kemajuan pendidikan).
Selain keluarga, sekolah juga berpengaruh pada perkembangan anak. Sekolah merupakan keluarga ke-dua bagi anak, tempat mereka memperoleh ilmu secara formal. Ilmu tersebut dapat berupa bimbinga, latihan, pembelajaran yang bertujuan membantu siswa agar mampu mengembangka potensinya, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial.Sekolah juga berperan penting dalam perkembangan kepribadan anak, mengapa demikian? Tentunya karena anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah, sekolah juga memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dan menilai dirinya serta kemampuannya secara realistik. Sekolah sangat berperan dalam meningkatkan pola pikir anak, karena di sekolah mereka dapat belajar bermaca-macam ilmu pengetahuan. Tinggi rendahnya pendidikan dan jenis sekolah juga mempengaruhi pola pikir dan kepribadian anak. Anak yang tidak sekolah sangat jelas berbeda cara pikirnya dengan anak yang sekolah.
Masyarakat juga turut andil dalam masalah perkembangan anak, masyarakat merupakan lingkungan tempat tinggal anak. Anak yang tinggal di daerah terpencil akan sangat berbeda dengan anak yang tinggal di daerah perkotaan, dimana teknologi terus berkembang dengan pesat. Jelas pola pikir anak pedalaman jauh tertinggal dari pola pikir anak kota. Teman sebaya juga mempunyai peran yang cukup penting, karena anak cenderung akan melakukan hal-hal yang dilakukanoleh teman-teman sebayanya. Bergaul dengan teman sebaya membuat anak memiliki kemampuan untuk memikirkan tentang pikiran, perasaan, motif, dan tingkah laku dirinya serta orang lain. Kemampuan memahan memahami orang lain berpengaruh kuat terhadap minat anak untuk bergaul dan membentuk persahabatan dengan teman sebayanya. Selain itu, anak juga mempunyai motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam dengan nilai-nilai kebiasaan, kegemaran atau budaya teman sebayanya.
Selain yang sudah disebutkan, alam sekitar juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Keadaan alam yang berbeda akan berpengaruh pada perkembangan pola pikir dan kejiwan anak. Anak yang berdomisili di daerah pegunungan kebanyakan bersifat keras dibanding anak dataran rendah. Anak yang berasal dari pegunungan biasanya fisiknya kuat dan tidak cepat lelah berbeda dengan orang kota yang cenderung lebih cepat lelah dan fisiknya tdak tahan banting.
Pada intinya faktor hereditas dan faktor lingkngan saling berhubungan. Setiap faktor hereditas beroperasi dengan cara yang berbeda-beda menurut kondisi dan keadaan lingkunganyang berbeda-beda pula. Hereditas dan lingkungan sama-sama menyumbang bagi pertumbuhan dan perkembangan fisiologi dan tigkah laku individu. Pertumbuhan dan perkembangan memerlukan kondisi kesehatan jasmani dan rohani anak. [i]

Dari seekor semut anak dapat belajar banyak hal sekaligus. Tak hanya soal biologi dan ilmu serangga, tapi juga ilmu sosial seperti kerjasama dan gotong royong. Mengajak anak menikmati dan mengamati alam dapat menjadi ritual yang menyehatkan, menyenangkan, dan menambah pengetahuan mereka. Kebersamaan orangtua dan anak dapat dibangun saat berjalan-jalan di taman. Bersamaan dengan itu orangtua dapat membahas dan mengkaitkan banyak hal dengan benda-benda yang ada di taman, seperti bunga, rumput, pohon, serangga, burung, kolam, sungai, tong sampah, dan lainnya.
Menurut Winarini Wilman, PhD, psikolog dari UI, usia dua tahun merupakan fase pra-operasional anak untuk dapat memahami simbol, hubungan sebab akibat, bagaimana berempati dengan lingkungan, dan kesadaran kemampuan berpikir. Secara kognitif anak sudah bisa belajar apa pun dan menerima informasi secara konkret, termasuk belajar dari fenomena alam atau lingkungan sekitar.
Catur Nurrochman Oktavian, Kepala Sekolah sub preschool Sekolah Alam Ciganjur, Jakarta Selatan, memaparkan, konsep belajar dari alam adalah mengamati fenomena yang terjadi secara nyata di lingkungan. Dan juga memanfaatkan apa yang tersedia di alam sebagai media belajar. Pada usia balita, anak dapat mulai diperkenalkan konsep berhitung. Misalnya, saat bermain bioskopbioskopan, anak diminta mengumpulkan 10 buah batu untuk ditukarkan satu tiket. Atau anak diminta menghitung jumlah tanaman sesuai dengan klasi.kasi jenisnya. “Melalui media alam, anak belajar konsep berhitung terlebih dulu dengan menjumlahkan, lalu baru belajar mengenal angka dan bilangan,” ujarnya.
Belajar melalui pengalaman dan fenomena alam akan membuat kemampuan berpikir anak kian terangsang. Anak membayangkan kembali apa yang dilihatnya lalu mempertanyakannya. Misalnya, ketika diajak ke kebun binatang anak akan mengamati polah laku binatang, rasa ingin tahu anak terpancing, dan kemudian bertanya, ”Ma, kenapa kuda nil senang bermain air?” Wina menyarankan agar orangtua memiliki pengetahuan yang cukup juga mengenai fenomena alam sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat. Jika belum dapat menjawab, coba cari jawabannya bersama si kecil.


Segala keanekaragaman dan bahan pembentuk alam tidak dapat digantikan dengan bahan buatan manusia seperti bunga plastik. Anak tidak dapat menghentikan sensor momen mereka ketika melihat fenomena alam seperti kilauan sinar matahari menembus dedaunan, titik air di daun saat pagi hari (embun), suara dan gerakan pohon ketika ditiup angin, beragam warna menempel pada sayap kupu-kupu atau bereksperimen dengan air. Kelihatannya mungkin sepele tapi tidak bagi anak yang menganggap itu hal baru dan ajaib.
‘Keanehan’ ini dapat mendorong anak lebih semangat mengenal alam. Maka, berikan anak stimulasi yang berbeda, misalnya jika minggu ini mengeksplorasi taman dekat rumah, pekan depannya menjelajah kebun binatang. Sebuah studi menunjukkan anak yang terbiasa bereksperimen melalui alam berkemampuan lebih cepat mengingat kembali informasi dan kreatif saat memecahkan masalah.
Cara Mengenalkan Alam
Wina mengatakan, ketertarikan anak tergantung pada bagaimana cara orangtua mengenalkannya pada alam. Diawali dengan mengajak anak berjalan di taman atau kebun binatang, tunjukkan beragam hewan, bunga atau apa yang ada di sana. Pada usia dua tahun, anak pun lebih mudah menerima informasi karena melihat langsung dibanding melihatnya di buku. Atau saat anak mempelajari tanaman jeruk, coba rangsang indera penglihatan, perabaan, dan penciuman. Seperti mencium wangi daun dan buah Jeruk serta mengecap rasa jeruk.
Hal yang tidak dapat anak pelajari di dalam ruangan, dapat anak dapatkan di luar ruangan. Anak belajar membuat kesimpulan tidak hanya berdasarkan informasi yang diterima dari guru. Alam kaya akan pengetahuan sehingga anak dapat menguji apa yang diterimanya di kelas. Terdapat tiga tahapan yang dapat dilakukan anak untuk memudahkan masuknya informasi, yaitu mendengar, menulis atau menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya, belajar tentang tanaman pisang, anak bisa mengeksplorasi batang misal permukaan dan bentuk batang , buah atau daunnya. Kegiatan ini dapat dilakukan mulai umur 4 sampai 12 tahun.
Seiring perkembangannya, ajak anak melakukan observasi di lapangan misalnya mengamati, menyentuh atau meraba dan menganalisa. Misalnya, belajar mengenal bagian-bagian dari tumbuhan, misalnya daun, akar, batang, kelopak, dan sebagainya. Tak hanya itu, paparkan pada anak masing-masing fungsinya dan bentuknya yang beragam sehingga anak belajar mengenal apa yang ada di alam melalui semua inderanya. Anak punya cara yang unik dan eksperimental untuk mengenal dunia sebagai tempat indah, misterius dan ajaib. Sehingga lingkungan alam bisa berkaitan langsung dengan perkembangan anak dan caranya dengan perkembangan anak dan caranya mengeksplorasi sesuatu. Tumbuhan yang tumbuh di tanah, pasir dan air, merupakan sesuatu yang nyata dan bukan bohongan. Anak bisa belajar menanam pohon di tanah liat, tanah berpasir atau tanah dengan pupuk dan mengamati perkembangan pohon tersebut sehingga timbul kesimpulan, tanah mana yang cocok untuk menanam tumbuhan. Alam membuat anak berpikir lebih kreatif dengan mencoba sesuatu yang berbeda-beda.
Semakin kompleks dan beragamnya hal yang ditawarkan alam, maka anak bisa semakin tertantang dan lebih kompleks lagi mempelajarinya. Seperti, anak tertarik pada tumbuhan karena tumbuhan memiliki campuran warna, bentuk, tekstur, keharuman dan kelembutan yang membuat anak nyaman, misal bunga-bungaan. Hal ini juga membantu kesehatan emosinya. Saat mempelajari alam sebaiknya anak didampingi orang dewasa, misalnya orangtua atau guru. Tak cuma itu, orang dewasa tersebut juga diharapkan memiliki pandangan dan tindakan yang positif terhadap alam. Sehingga anak akan termotivasi untuk mencontoh, misalnya ketika Anda dan si kecil piknik bersama di Kebun Raya. Ketika selesai makan buanglah sampah pada tempatnya. “Sekali-kali ajak anak ke sungai yang dipenuhi sampah dan sungai yang bersih, minta dia menyimpulkan. Beritahukan juga, tersumbatnya aliran sungai dapat mengakibatkan banjir,” kata Catur.
Saat anak belajar di alam terbuka, kecelakaan mungkin bisa terjadi. Oleh sebab itu Wina mengingatkan, agar orangtua memperhitungkan kondisi medan penjelajahan anak sesuai dengan perkembangan anak. Sebaiknya orangtua mengobservasi lingkungan dulu. Pastikan tidak ada binatang yang berbahaya, misalnya ular. Atau benda-benda yang dapat membahayakan anak seperti terlalu banyak kerikil, bebatuan atau beling. Agar anak nyaman, beri pakaian yang mendukung aktivitasnya yang disesuaikan dengan cuaca, jangan terlalu ketat, dan bahan yang menyerap keringat. Pilih sepatu yang menutupi seluruh kaki dan nyaman dipakai. Sebelum berangkat menjelajah, ingatkan agar anak tidak sembarangan memegang atau memakan benda-benda di sekitarnya, karena ada daun atau bunga yang beracun.
Lingkungan luar ruangan ini juga penting bagi perkembangan pribadi anak, yaitu kemandirian. Anak belajar meningkatkan kewaspadaannya saat berkegiatan di alam terbuka. Mulanya Anda bisa membuntuti setiap gerak-geriknya. Namun, jika lingkungan sudah sangat dikenal dan anak dinilai mampu menjaga dirinya, Anda bisa melonggarkan pengawasan dengan mengamatinya. Catur mengamatinya. Catur berpendapat, salah satu kegiatan yang mewakili penjelajahan alam adalah Kegiatan outbound. Aktivitas ini menuntut keberanian anak, yaitu berani mengambil keputusan dan menghadapi risiko serta berdisiplin. “Cara lainnya orangtua juga bisa memberikan anak pengetahuan melalui . Film dokumenter atau buku, namun tetap dampingi dan beri penjelasan agar anak mengerti,” katanya.
Tujuan belajar dari alam agar anak belajar mengenal, dan menyayangi lingkungan sekitarnya dan ciptaan Tuhan lainnya. Misalnya, ketika anak belajar memelihara ikan hias banyak hal yang dapat dipelajari seperti mengapa ikan bisa berenang, dan berikan kasih sayang ketika memberi makan atau membersihkan akuarium. Anak juga akan belajar disiplin dengan memberi makan binatang kesayangannya tepat waktu. “Tumbuhkan rasa peduli terhadap mahkluk ciptaan Tuhan, diharapkan kelak anak akan ‘berguna’ bagi lingkungan ekosistem alam,” ujar Wina.
Menurut Randy White dan Vicki Stoecklin dalam artikelnya Children’s Outdoor Play and Learning Environments: Returning to Nature, pandangan anak terhadap alam berbeda dengan orang dewasa yang menganggap alam sebagai fasilitas. Anak mempelajari lingkungan alam sebagai stimulator dan bagian dari aktivitasnya. Selain itu, anak menilai lingkungan bukan berdasarkan keindahan melainkan bagaimana mereka dapat berinteraksi di dalamnya.
Hal-hal yang dapat diobservasi oleh anak di lingkungan alam, antara lain:
  • Air, buat permainan dengan air seperti bagaimana jika balon diisi air, atau jika air dituangkan pada wadah bentuk bulat, kotak, dan sebagainya. 
  • Tumbuh-tumbuhan, seperti pohon, semak-semak, bunga, dan rerumputan. 
  • Hewan, menjelaskan bentuk, perilaku, dan habitat hewan. 
  • Pasir, coba buat campuran pasir dengan air. Lalu buatlah istana pasir atau bentuk lainnya. 
  • Warna alam, tunjukkan warna daun yang serupa (hijau muda dan hijau tua) juga perbedaan warna (daun berwarna hijau dengan daun berwarna merah tua atau cokelat pada tumbuhan tertentu. 
  • Memperlihatkan tempat yang membuat anak merasa nyaman dan dapat melihat pemandangan indah, seperti pergi ke puncak pass di Bogor atau berhiking ria di Gunung Bromo.
Struktur, peralatan dan material dapat berubah sewaktu-waktu atau tergantung imajinasi anak. Misalnya; Saat belajar tentang kaktus. Melakukan penelitian kecil-kecilan, kaktus yang diberi banyak air dengan kaktus yang jarang disiram.
Dalam artikel Interaction with Nature during the Middle Years: "It’s Importance in Children’s Development & Nature’s Future, Cohen dan Horn-Wingerg", mengatakan, dalam psikologi evolusioner manusia terdapat istilah biophilia. Biophilia adalah kebutuhan biologis manusia berinteraksi dengan alam dan respon positif manusia secara genetis dengan alam.
Penelitian membuktikan sepanjang sejarah manusia lebih dari 99 persen manusia hidup intim dengan alam, yaitu mencari makanan di hutan. “Namun, umumnya program pendidikan sekolah alam, mengajarkan alam berdasarkan pandangan atau pendekatan orang dewasa bukan perspektif anak,” kata Cohen. Seharusnya anak belajar lebih banyak otodidak dibanding teori semata.
Alhasil jika konsep abstrak diajarkan pada anak usia terlalu dini seperti kerusakan hutan, atau lubang ozon di atmosfer. Anak akan bingung bahkan takut jika mendapat permasalahan di luar kemampuan kognitif, pemahaman dan kontrolnya. Kebalikan dari biophilia, ketakutan pada kehidupan alam dan masalah ekologi disebut dengan biophobia. Anak pun takut berhubungan dengan alam. Sebaiknya berikan anak penjelasan teori sesuai dengan kemampuan anak dan diimbangi dengan praktek. Ketika anak mengeksplorasi alam otomatis akan menimbulkan kecintaannnya pada alam. [ii]
Dari hal ini, dapat disimpulkan antara lingkungan (alam), anak-anak, dan pengaruh pengawasan dari Keluarga (orang tua). Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak, khususnya lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah lakon atau pemain dalam peran ini, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahairan adalah masalah yang tidak dapat dipungkiri lagi khususnya lingkungan keluarga, dan sedangkan lingkungan keluarga adalah basis awal bagi setiap manusia.
Lingkungan sosial manusia juga sebuah faktor penting dalam pembentukan ciri khas kejiwaan dan norma manusia, bahasa dan adab serta kearifan lokal. Agama dan muzhablah pada umumnya yang memaksakan lingkungan sosial terhadap manusia (anak-anak).
Sudah bisa dideskripsikan, bahwa manusia "start life" dari bayi (anak-anak) sedangkan anak-anak sangat mempengaruhi alam, begitu juga alam yang merupakan bagian dari anak-anak. Sudah dulu ya.. Semalam begadang nemenin   Green Your Mind   , semoga dibaca. :)

Referensi:
[i] http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/24/faktor-lingkungan/
[ii] http://keluargasehat.wordpress.com/2008/03/29/belajar-dari-alam/

Posting Komentar

32Komentar
  1. bermanfaat.lanjutkan. kunjungi http://kangtiar.blogspot.com/ :)

    BalasHapus
  2. Good post brow. kalo bs karya tulis ilmiahx aja yah.

    BalasHapus
  3. wah,wah,wah,membuat inovasi pak.sukses ya.

    BalasHapus
  4. Climate change and adaptation for children is good.

    BalasHapus
  5. yailah,mas buat saya ingin menulis diblog lagi,baiklah mas,saya siap berbagi juga.salam!

    BalasHapus
  6. lho, jadi kita2 yg dwasa hrus bs bgkitin anak-anak dri sgala ituh iyah?

    BalasHapus
  7. Sesekali mengajak anak melakukan kegiatan yang sedikit menantang di alam bebas akan memberikan pengalaman berharga untuk anak. Berbagai manfaat positif bisa kita dapatkan jika kita mengajak anak kita untuk beraktifitas di alam bebas. Selama memperhatikan dan mengikuti ‘aturan main’ yang ada, kegiatan alam bebas menjadi kegiatan yang aman dan menyenangkan untuk dilakukan,seperti halnya penyampaian tersebut.

    BalasHapus
  8. Belajar untuk survive. Pengalaman baru akan membuat anak beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam kondisi tertentu, anak akan dihadapkan pada kenyataan untuk survive.sukaaaaaaaaaaaaaak saya om sama artikel ini.

    BalasHapus
  9. ya gt deh, Berani mencoba hal baru, secara PSIKOLOGIS akan menambah rasa percaya diri anak bang. :)

    BalasHapus
  10. selain tu jg meningkatkan kebersamaan dan kekompakan pren. Pada umumnya dalam kegiatan outdoor/alam bebas orang tua akan melibatkan diri terhadap aktifitas anak. Disinilah seluruh keluarga yang mengikuti kegiatan akan menemukan quality time dan memacu semangat serta kreatifitas anak.

    BalasHapus
  11. weew,yg pertama menambah pengetahuan & pemahaman anak tentang alam gan. Beragam flora n fauna yang belum pernah dilihat sebelumnya tentu saja akan menambah wawasan anak, hahay..slain itu sprti yg dsbutin tdi melatih kecerdasan motorik. Saat melakukan berbagai aktifitas dialam, otomatis seluruh bagian tubuh akan bergerak n pastinya akan merangsang anak menjadi lebih responsif terhadap lingkungan sekitar sehingga anak lebih berempati. huy..

    BalasHapus
  12. Suka nulis ya mas?bisa nulis di web sya http://karduskubus.com/ klo stju,kontak sya.trima kasih.

    BalasHapus
  13. namanya saja alam bang,tentu mnjadi salah satu faktor utama dalam klangsungan hdup manusia.tulisannya bagus.sukses selalu ya.

    BalasHapus
  14. yah,napa baru skrg postingnya kak,coba 2 bulan lalu,kan bisa tere jdiin rfrensi di tgas akhir kmaren. hiks.. :'(

    BalasHapus
  15. baru saja aku membicarakan anak2 dan alam,eeh...masnya juga gitu.siip..siiip..siip.. =))

    BalasHapus
  16. bagus, cm kurang satu, coba fotona dikasik frame biar lebih fokus mas.sukses selalu.

    BalasHapus
  17. Peduli lingkungan sobat,seperti program tahunan kita,1 tahun untuk 1000 senyum. semangat!!!

    BalasHapus
  18. maap,ijin copy pak,tapi buka dulu kunci klik kanannya ya. trims.

    BalasHapus
  19. Foto kok gak tampil nei.. hiks,niat pamer foto.

    BalasHapus
  20. Terima kasih komentar yang membangun ya.semoga menjadi suatu pencerahan bagi kita semua. Amin..

    BalasHapus
  21. Menurut saya,ini sudah rangkuman dari makalah,unuk lebih jauh lagi tentang lingkungan, hubungi saya. :)

    BalasHapus
  22. jojo sinta juga tau. hahahahaha.. good daaah.

    BalasHapus
  23. Anak2 gitu,kita semua jg bermula dari anak2. =D

    BalasHapus
  24. tak buruk,hxa penerapanx yg diutamain.skses.

    BalasHapus
  25. lubang ozon,tak kira lubang apa.

    BalasHapus
  26. semua bebas berpendapat,lanjutkan. http://endonesia-bebas.blogspot.com/

    BalasHapus
  27. ya ayok bareng2 jagain lgkungannya.

    BalasHapus
  28. kagak teu aye,main ke sini aje http://kolom-bebas.blogspot.com/

    BalasHapus
  29. Susahnya jadi orang tua klo gt,semua jd serba salah.

    BalasHapus
Posting Komentar